Dedi Gumelar : Pendidikan Sebaiknya Disentralisasi Ke Pusat
Anggota Komisi X DPR RI Dedi Suwandi Gumelar mengatakan, bangsa kita terlalu gegabah mengotonomikan pendidikan. Padahal pendidikan sebagai dasar pembangunan manusia tidak seharusnya diotonomikan.
Hal itu disampaikannya dalam pertemuan dengan Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jawa Tengah, Rabu (18/7) dalam serangkaian kunjungan kerja Komisi X DPR yang dipimpin Ketua Komisi X Agus Hermanto,
Dedi menambahkan, saat berlakunya otonomi daerah, ada lima instansi yang tetap di bawah pusat yakni bidang hukum, agama, pertahanan, keuangan moneter dan hubungan internasional.
Namun seiiring berlakunya otonomi daerah, timbul kendala-kendala yang dihadapai dalam bidang pendidikan. Seharusnya, katanya, untuk bidang pendidikan ini tetap dipegang pusat, karena pendidikan mempunyai posisi sangat vital sebagai dasar pembangunan manusia.
“Bagaimana tidak gegabah, sementara otonomi ini lagi trial and error, baru belajar naik sepeda sudah diotonomikan,” katanya.
Seharusnya bangsa kita belajar otonomi dulu, setelah belajar dengan baik baru mengotonomikan.
Dalam kenyataannya di lapangan, implementasi otonomi bidang pendidikan ini banyak menyulitkan menteri. Karena menteri tidak punya kaki di bawah, titik berat pendidikan di satu daerah ada pada Kepala Dinas setempat, bahkan gubernur pun tidak memeiliki wewenang.
“Saya selalu berteriak di Komisi X agar mensentralisasikan kembali pendidikan, minimal guru dulu, supaya tidak terkotak oleh kepentingan politik lokal, “ kata Dedi.
Bagaimana tidak untuk kepentingan politik lokal, ketika diketahui salah seorang Kepala Dinas tidak mendukung tim sukses calon gubernur/walikota/bupati, maka Kepala Dinas tersebut tiba-tiba dimutasi tanpa sebab yang jelas.
Padahal, tambahnya, Kepala Dinas tersebut orang yang betul-betul menguasai dibidangnya. Sementara penggatinya, orang yang belum menguasai bidang tersebut.
“Bagaimana dia bisa menjadi Kepala Dinas yang professional kalau tadinya dia ditempatkan di pertamanan, ini kan tidak mitmatch dan ini persoalan yang sangat mendasar,” katanya.
Sentralisasi dalam bidang pendidikan ini tentunya perlu mendapat perhatian serius , karena sekarang tidak lebih 20 persen dari kurang lebih 400 kabupaten yang kurang berhasil.
Dalam kesempatan tersebut, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jawa Tengah Edi Susanto mengatakan, pasca diberlakukannya UU Otonomi Daerah, kendala-kendala yang dihadapi untuk bidang pendidikan khususnya terkait dengan kewenangan, tanggung jawab, variasi struktur organisasi/kelembagaan dan pemerataan SDM berkualitas.
Sebagai contoh, sangat sulit memindahkan guru yang berkualitas untuk ditempatkan di daerah lain yang memang membutuhkan guru tersebut. Akibatnya, banyak daerah untuk mata pelajaran tertentu yang kekurangan guru, sementara ada daerah lain yang kelebihan guru.
Begitu juga halnya dengan perguruan tinggi di daerah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, salah satu kendala yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan perguruan tinggi dalam membiayai dan mengembangkan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi, terutama bagi perguruan tinggi swasta yang kecil.
Adapun langkah-langkah yang telah ditempuh untuk mengatasi persoalan tersebut adalah memberikan fasilitas kegiatan bagi perguruan tinggi, seperti fasilitasi kegiatan pelatihan kewirausahaan mahasiswa, kegiatan lomba karya tulis inovatif mahasiswa, kegiatan penelitian inovatif mahasiswa, fasilitasi KKN di desa dan fasilitasi penelitian terapan. (tt)